Kripto Jadi Senjata Politik: Di Balik Manuver Trump dan Perang CBDC

BLOCKCHAIN

Muhammad Chairul Basyar, S.E., M.Si (Han)

7/17/20253 min read

Langkah Donald Trump bukan sekadar tentang dukungan terhadap aset digital — ini tentang kekuasaan, pengaruh, dan strategi narasi menjelang pemilu. Ketika Partai Republik terpecah soal tiga rancangan undang-undang kripto, Trump turun tangan. Bukan hanya meredam pemberontakan internal, tapi juga menegaskan satu hal: kripto kini resmi menjadi bagian dari panggung politik utama Amerika Serikat.

Trump bukanlah pemain baru dalam dunia narasi. Ia tahu, dalam politik, persepsi adalah kekuatan. Dan saat sejumlah anggota Partai Republik menolak mendukung GENIUS Act dan dua RUU lainnya karena tidak mencantumkan larangan eksplisit terhadap Central Bank Digital Currency (CBDC), Trump melihat peluang emas.

Satu pertemuan di Oval Office, satu unggahan di Truth Social, dan satu deklarasi “kami sepakat” cukup untuk mengubah dinamika legislasi yang sebelumnya buntu. Tapi ini bukan hanya cerita tentang vote-switching. Ini adalah panggung dari bagaimana kripto diubah menjadi alat politik — bukan lagi sekadar inovasi teknologi.

CBDC: Simbol Baru Ketakutan Politik

CBDC tak lagi sekadar proyek bank sentral. Bagi sebagian politisi konservatif Amerika, CBDC adalah ancaman terhadap privacy, self-custody, dan bahkan kebebasan individu. Dan narasi itu sangat cocok dengan gaya Trump: melawan pengawasan pemerintah, memperjuangkan kedaulatan individu, dan tentu saja — menjadikan negara sebagai antagonis permanen.

Para anggota Partai Republik seperti Andy Biggs dan Marjorie Taylor Greene menolak GENIUS Act bukan karena anti-kripto, tapi karena tak ingin membuka pintu bagi kemungkinan hadirnya CBDC versi “halus” di masa depan. Bahkan ketika sebagian analis menyebut kekhawatiran mereka berlebihan, faktanya, mereka berhasil menahan proses legislasi — hingga Trump masuk sebagai deal-maker.

Trump tahu, dalam dunia di mana isu menjadi senjata, CBDC adalah target empuk.

Legislasi Kripto: Politik Identitas Baru?

Dulu, pembahasan soal blockchain dan stablecoin cenderung teknokratis. Kini, ia berubah menjadi medan ideologis. Partai Republik menyebut minggu ini sebagai "Crypto Week" sementara Demokrat melabelinya "Anti-Crypto Corruption Week". Ini bukan debat kebijakan biasa — ini medan perang identitas politik.

RUU seperti GENIUS Act, Anti-CBDC Surveillance Act, dan CLARITY Act tak hanya berbicara tentang pengaturan teknis. Ia kini menjadi simbol tentang apa yang diyakini masing-masing kubu: apakah kripto akan memperkuat rakyat, atau justru memperluas dominasi korporasi dan elite finansial?

Dengan masuknya Trump ke arena ini, garis politik makin jelas. Bagi Trump, mendukung kripto adalah cara memperluas basis dukungan muda, inovatif, dan anti-kemapanan. Tapi pada saat yang sama, ia menjual narasi ketakutan akan surveillance state lewat CBDC — menjadikannya musuh bersama yang mudah ditarget.

Satu Platform, Tiga Kepentingan

Jika kita amati lebih jauh, polemik seputar tiga RUU ini memperlihatkan betapa terfragmentasinya arah regulasi kripto di AS. Sebagian ingin semua RUU disatukan, sebagian ingin dipisah, dan sebagian lagi menolak jika tak ada larangan CBDC. Namun di balik perdebatan prosedural ini, ada fakta yang lebih penting: kripto sedang dimasukkan ke dalam sistem politik Amerika, bukan untuk disederhanakan, tapi untuk dijadikan alat tawar-menawar.

Trump bukan sedang memperjuangkan kerangka kripto progresif. Ia sedang merakit platform politik baru — satu di mana dukungan terhadap stablecoin, pelarangan CBDC, dan penyederhanaan regulasi bisa dibungkus sebagai bentuk perlindungan terhadap "rakyat kecil."

Dalam skenario ini, teknologi bukan lagi fokus utama. Yang utama adalah: siapa yang mengontrol narasinya.

Apa Artinya Bagi Dunia?

Bagi komunitas kripto global — termasuk Indonesia — apa yang terjadi di AS penting karena akan membentuk arah kebijakan ke depan. Bila kripto menjadi isu partisan di AS, maka potensi adopsinya akan ikut terguncang setiap kali kekuasaan berganti. Satu presiden bisa mendorong stablecoin, presiden berikutnya bisa membatalkannya.

Ini membuat investasi jangka panjang di sektor ini menjadi lebih volatile, bukan hanya secara harga, tapi juga secara regulasi. Komunitas global perlu lebih waspada, bukan hanya terhadap volatilitas pasar, tapi juga terhadap volatilitas politik.

Bukan Tentang Kripto Lagi

Apa yang dilakukan Trump hari ini bukan semata menyelamatkan RUU. Ia sedang memperkuat posisi dalam ekosistem digital masa depan. Ia tahu bahwa siapa yang mendefinisikan kripto, akan mendefinisikan kekuasaan ekonomi abad ini.

Bagi para pembuat kebijakan dan pelaku industri, pertanyaannya bukan lagi: apakah kripto akan diatur atau tidak? Tapi: siapa yang akan menangkap narasinya lebih dulu?

Dan sejauh ini, Trump sedang memimpin. Bukan karena ia memahami teknologi lebih dalam — tapi karena ia tahu cara menjual ketakutan dan harapan dalam satu paket yang sama: politik populis berbasis blockchain.

Related Stories